1. Kualitas Guru
Dalam
dunia pendidikan guru menduduki posisi tertinggi dalam hal penyampaian
informasi dan pengembangan karakter mengingat guru melakukan interaksi langsung
dengan peserta didik dalam pembelajaran di ruang kelas. Disinilah kualitas
pendidikan terbentuk dimana kualitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru
ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.
Secara
umum, kualitas guru dan kompetensi guru di Indonesia masih belum sesuai dengan
yang diharapkan. Dari sisi kualifikasi pendidikan, hingga saat ini dari 2,92
juta guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan sisanya
belum berpendidikan S-1. Begitu juga dari persyaratan sertifikasi, hanya 2,06
juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat sertifikasi sedangkan
861.670 guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi.
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar
Dari segi penyebarannya, distribusi guru tidak merata. Kekurangan guru untuk sekolah di perkotaan, desa, dan daerah terpencil masing-masing adalah 21%, 37%, dan 66%. Sedangkan secara keseluruhan Indonesia kekurangan guru sebanyak 34%, sementara di banyak daerah terjadi kelebihan guru. Belum lagi pada tahun 2010-2015 ada sekitar 300.000 guru di semua jenjang pendidikan yang akan pensiun sehingga harus segera dicari pengganti untuk menjamin kelancaran proses belajar
2 . Kurikulum
Melihat
latar sejarah pendidikan di Indonesia,ternyata Negara ini telah mengalami
beberapa kali perubahan kurikulum. Minimal telah ada sepuluh macam kurikulum
sebelum lahirnya kurikulum 2013. Kurikulum itu, Rencana Pelajaran dalam Rencana
Pelajaran Terurai(1947), Rencana Pendidikan Sekolah Dasar(1964), Kurikulum
Sekolah Dasar (1968), Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (1973),
juga di namakan Kurikulum Sekolah Dasar (1975) Kurikulum 1984(1984), Kurikulum
1994(1994), Revisi Kurikulum 1994 (1997), rintisan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (2004), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (2006), dan pada tahun
2013 diberlakukan pula kurikulum 2013. Kurikulum 2013 pasti menemui berbagai
kendala dalam pelaksanaan di lapangan, kendala tersebut antara lain: penyiapan
tenaga guru masih belum maksimal sehingga belum banyak guru yang mengetahui,
memahami, termpil, yakin dan berkemauan untuk menerapkannya. Kemudian penyiapan
buku berupa buku siswa , buku panduan guru dan dokumentasi Kurikulum juga belum
lengkap, padahal buku- buku tersebut menjadi acuan bagi siswa dan guru, begitu
juga pendistribusiannya belum merata. Sosialisasi kurikulum 2013 masih kurang
maka belum semua guru mendapat pengetahuan dan informasi, sedangkan guru yang
telah ikut sosialisasi kesulitan menyampaikan kepada guru lain di sekolah
karena pembekalan dirasa kurang lengkap.
3. Kualitas
Infrastruktur
Dari
dulu hingga sekarang masalah infrastruktur pendidikan masih menjadi hantu bagi
pendidikan di Indonesia. Hal ini dikarenakan masih banyaknya sekolah-sekolah
yang belum menerima bantuan untuk perbaikan sedangkan proses perbaikan dan
pembangunan sekolah yang rusak atau tidak layak dilakukan secara sporadis
sehingga tidak kunjung selesai.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
Berdasarkan data Kemendiknas, secara nasional saat ini Indonesia memiliki 899.016 ruang kelas SD namun sebanyak 293.098 (32,6%) dalam kondisi rusak. Sementara pada tingkat SMP, saat ini Indonesia memiliki 298.268 ruang kelas namun ruang kelas dalam kondisi rusak mencapai 125.320 (42%). Bila dilihat dari daerahnya, kelas rusak terbanyak di Nusa Tenggara Timur (NTT) sebanyak 7.652, disusul Sulawesi Tengah 1.186, Lampung 911, Jawa Barat 23.415, Sulawesi Tenggara 2.776, Banten 4.696, Sulawesi Selatan 3.819, Papua Barat 576, Jawa Tengah 22.062, Jawa Timur 17.972, dan Sulawesi Barat 898.
4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan
memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah
Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan
Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka
Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3
juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi
Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4
juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih
sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu
diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan
tersebut.
5. Mahalnya Biaya Pendidikan
Mahalnya biaya pendidikan merupakan salah satu
dari problematika pendidikan yang ada di Indonesia. Pada tiap tahun selalu saja
terdengar keluhan masyarakat terhadap mahalnya biaya pendidikan yang harus
dibayar,selain itu juga adanya fasilitas pendidikan yang kurang memadai,seperti
masih ada gedung sekolah yang ambruk,ruang belajar yang kurang tertata dan
fasilitas pendidikan dalam keadaan minim,dan lain-lain. Sementara pada sisi
lain,Pemerintah sudah menganggarkan biaya pendidikan sebesar 20 % dari APBN dan
anggaran tersebut merupakan anggaran yang paling tinggi saat ini.tidak ada
anggaran kementrian lainnya, yang melebihi besarnya anggaran yang diperuntukkan
bagi kementrian pendidikan nasional.Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat
ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan
masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari
Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin
tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah.
Mahalnya biaya pendidikan yang selama ini dirasakan oleh
masyarakat, semakin disadari tidak sebanding dengan mutu pendidikan yang
dinikmati masyarakat. Biaya pendidikan di berbagai daerah di Indonesia
mengalami kenaikan fantastik mengikuti deret ukur (kepentingan pasar), namun
kualitasnya berjalan di tempat.
. Solusi dari Permasalahan Pendidikan
Dari berbagai masalah
yang diungkap diatas maka harus ada solusi bagaimana agar pendidikan dapat
berjalan dengan baik
Untuk
masalah mengenai meningkatkan kualitas guru maka bisa dengan meningkatkan
kesejahteraan bagi guru, bisa juga dengan membiayaai guru untuk melanjutkan
kejenjang pendidikan yang lebih tinggi,dan memberikan berbagai pelatihan bagi
guru.
Untuk
mengatasi masalah pada kurikulum 2013 seharusnya pemerintah melaksanakan
sosialisasi tentang kurikulum 2013 agar di tambah intensitasnya bagi seluruh
guru dan pelaksana pendidikan, agar semua guru mampu mengimplementasikan
kurikulum 2013 setelah memperoleh pembekalan. Pemerintah daerah juga di
harapkan menyediakan dana khusus dalam APBD untuk mendukung pelaksanaan
kurikulum 2013 dan jangan hanya diserahkan pada sekolah dan guru-guru sebagai
pelaksana di lapangan. Dibentuk sebuah lembaga khusus sebagai pusat informasi
implementasi Kurikulum 2013 yang menyediakan data, informasi dan tenaga ahli
yang dapat memberikan saran dan solusi permasalahan kurikulum.
Untuk
mengatasi masalah mengenai mahalnya biaya pendidikan bisa dengan :
Pertama diperlukan
kejujuran dan rencana yang strategis dari jajaran birokrasi pendidikan,untuk
mengimplementasikan anggaran pendidikan pada program pembiayaan pendidikan
Gratis (Murah) bagi masyarakat.
Kedua,dalam
sekolah (dunia pendidikan)harus dibersihkan dari berbagai biaya pungutan,
seperti biaya LKS,biaya seragam,biaya uang gedung,biaya ektrakulikuler,dll.
Oleh karena itu harusnya,program pemberantasan korupsi harus bisa menyentuh
dunia pendidikan terutama disekolah-sekolah.
Ketiga,
kebijakan dari bidang pendidikan yang menyepakati program kapasitasi pendidikan
harus diberhentikan/dihapus.
0 komentar:
Post a Comment